Jumat, 02 Maret 2012

Ternyata Ia tlah menua

Perlahan ia berjalan dihadapanku 
Kuamati nafas sengalnya sehabis menaiki tangga kayu itu
Langkahnya tergopoh
Suara batuknya pun terdengar sumir
Ia masih menunduk sambil memegangi selusur dinding tangga
Dalam hati aku ingin melihat rautnya
Dan iapun menengadah
Seperti ingin menatapku lama
Namun aneh saja karena sinar matanya meredup
Bahkan tak jelas kemana arah penglihatannya
Keriput dan uban itupun tak terelakkan

Sedikitpun aku tak mengira bahwa ia tlah menua

Rasanya baru kemarin ia duduk bersamaku
Bercerita tentang tauziah pak haji di Masjid
Atau seorang dermawan memberinya sekotak nasi tuk makan siang
Tak jarang iapun suka memperlihatkan cara klasiknya melipat sarung
Aku tersenyum mengingat bagaimana ia secara sembunyi-sembunyi ering memberiku berlembar-lembar uang hasil keringatnya
“jangan bilang sama mama nah..” begitu katanya
Ketika itu aku masih dibangku sekolah dan uang itu kupakai tuk menyewa komik favoritku
Sejenak kuingat pula kala petang saat ia pulang
Aroma terik menyengat dari tubuhnya
Bercampur lekat dengan materimateri yang jadi bagian dari pekerjaannya
Namun dibalik itu semua ada semangat dan kerja keras tanpa kenal lelah tersirat
Bertahun-tahun Ia bekerja tuk kami
membantu kedua orang tua tuk membiayai kebutuhan seharihari kami
karena batas usia yang tidak memungkinkan
iapun tak bisa bekerja lagi
dirumah ia lebih banyak berbaring
terkadang ketika pintu kamarnya kubuka ia terlelap
menjelang maghrib, ia bergegas menuju masjid

kini ia kembali menyapaku dan bercerita
dalam tutur kata yang tak begitu jelas terdengar
sambil melipat sarungnya dengan jemari yang gemetar
hingga lipatannya tak serapi dulu
iapun beranjak
berdiri perlahan dan sedikit tertatih
dan segera saja kumembantunya
sambil tersenyum getir, ia memelukku
lalu berkata
“maaf, om sudah nda bisa kasi uang untuk sewa komik…”

Teruntuk Almarhum om Suye
6 Juni 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar